Banjir adalah
bencana alam yang terjadi karena air yang tertampung dari air hujan oleh tanah
tidak dapat mengalir atau tidak dapat terserap oleh tanah dengan baik. Banyak
sekali faktor yang menjadi dalang datangnya banjir. Diantaranya budaya
masyarakat kita yang membuang sampah ketempat yang tidak semestinya seperti
got,saluran pembuangan air atau bahkan disungai. Sampah-sampah itu akan
menghambat aliran air sehingga dapat menggenang maka timbullah bebagai macam
penyakit sampai terjadinya banjir. Selain itu juga karena ruang resapan air
sudah jarang ditemukan. DiJakarta misalnya, yang notabene sebagai kota
metropolitan yang disana banyak sekali gedung-gedung pencakar
langit,ruko-ruko,perumahan-perumahan dimana-mana juga Mall yang benyak tersebar
disetiap wilayah Jakarta mengakibatkan lahan peresapan air menjadi berkurang.
Guna
menanggulangi banjir serta melestarikan lingkungan terutama tanah seorang dosen
IPB Fakultas Pertanian mencetuskan teknologi yang diberi nama Lubang Resapan
Biopori (LRB) atau sering kita kenal Lubang Biopori, Beliau bernama Kamir
Raziudin Brata. Menurutnya melestarikan lingkungan hidup tidaklah perlu
menggunakan teknologi-teknologi yang sulit, LRB sangatlah sederhana dan dibuat
dengan alat yang sederhana pula.
LRB merupakan lubang
silindris pada permukaan tanah. Ukurannya sengaja dibuat kecil untuk
mengoptimalkan penampang vertical tanah. Diameter yang lazim hanya 10
sentimeter. Kedalamannya hanya cukup satu meter dengan pengertian lebih dari
itu akan semakin sedikit oksigen sehingga fauna tanah sulit bertahan hidup.
Biasanya setelah lubang dibuat lubang tersebut diisi dengan sampah-sampah
organik yang dapat terdekomposit agar sampah tersebut menjadi kompos sehingga
tanah akan menjadi subur kembali.
Alat pembuat LRB disusun dari batang pipa besi
yang berdiameter ¾ Inchi. Pada ujungbawah diberi mata bor tanah dengan lebar
sesuai dengan diameter lubang yang diinginkan. Pada bagian atas dibuat pipa
melintang untuk memudahkan ketika ingin memakai atau sebagai handle-nya.
“Tukang Las besi
di mana-man bisa membuatnya.” Kata Kamir, pria kelahiran Cirebon yang telah
dikaruniani dua anak tersebut.
Lubang Resapan
Biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah lingkungan untuk mengatasi banjir
dengan cara (1) Meningkatkan daya resapan air (2) Mengubah sampah organik
menjadi kompos dan mengurangi emisi gas rumah kaca (CO2 dan Metan),
dan (3) Memanfaatkan peran aktif fauna tanah dan akar tanaman dan mengatasi
masalah yang ditimbulkan oleh genangan air seperti penyakit demam berdarah dan
malaria.
Sejak terjadinya
banjir besar melanda Jakarta sekitar Februari 2007, dia makin getol
menyosialisasikan LRB kepada masyarakat. Ia menyosialisasikan LRB mulai dari
tingkat rukun tetangga (RT) sampai provinsi, seperti DKI Jakarta, dan beberapa
universitas di Indonesia.
”Sosialisasi Lubang Resapan Biopori
sampai di tingkat RT sekaligus pertanggungjawaban moral seorang ilmuwan bagi
masyarakat,” kata Kamir yang pada April 2007 mendapat penghargaan dari Wali
Kota Bogor untuk LRB-nya itu. LRB memperkecil ruang alasan bagi masyarakat
untuk tidak mengambil peran bagi upaya pelestarian lingkungan, dengan
cara meresapkan air bersih (air hujan) sebanyak-banyaknya ke dalam tanah.
Lubang Resapan Biopori dapat diaplikasikan pada lahan sempit dengan fleksibel
sekalipun di lokasi yang secara ekstrim dibuat perkerasan 100 persen. Pemilik
rumah dapat membuat LRB pada tanah terbuka, yang sekaligus menjadi jalur masuk
ke rumah. Di sini yang penting lokasi LRB disesuaikan menjadi permukaan paling
rendah sehingga air hujan mengalir ke LRB. Jarak LRB satu dengan yang lain juga
sangat fleksibel, bisa sampai radius 20 sentimeter dengan perkerasan bibir
lubang di permukaannya.
Kalau LRB berfungsi meresapkan air ke dalam tanah, lalu apa bedanya dengan
sumur resapan atau situ? ”Hal paling pokok yang membedakan LRB dengan sumur
resapan atau situ adalah pada terciptanya liang biopori pada LRB,” katanya.
Liang biopori merupakan terowongan-terowongan kecil di dalam tanah yang
terbentuk oleh aktivitas fauna tanah seperti cacing, selain akibat sistem
perakaran pohon. Liang biopori ini terisi oleh udara dan bisa memperlancar jalur air
yang meresap.
Letak beda yang juga krusial antara Lubang Resapan Biopori, sumur resapan, dan
situ adalah pada penambahan luas penampang tanah. Makin berkali-lipat luas
penampang tanah, makin besar pula potensi meresapkan air ke dalam tanah. Kamir
membuat perbandingan luas mulut lubang dari yang terkecil dengan diameter 10
sentimeter sampai 100 sentimeter. Makin kecil diameternya, maka beda kali lipat
luas penampang tanahnya maki
n besar pula.
"Seharusnya
air yang datang itu dimanfaatkan dengan disimpan ke dalam tanah dan tidak
dibuang begitu saja," kata Ir Kamir Raziudin Brata, M.Sc.
Melihat manfaat
dan dampak yang sangat besar guna melestarikan Lingkungan hidup juga dapat
menggulang bencana banjir maka perlu digalakan kepada masyarakat untuk membuat
Lubang Resapan Biopori diHalaman rumahnya masing-masing.(Muslim Budi Prasetyo)
Sumber :
Comments
Post a Comment